Berawal dari setengah tahun lalu, saat angkatan kami, jiai fis unj 2010, melakukan sharing dan diskusi mengenai rencana KKL kita di semester 6 mendatang. Lebih banyak dukanya memang, karena dalam diskusi ini lebih banyak keos alias ributnya. Ada anak yang ingin ke Malaysia, ke Bromo, ke Bali, dll. Wajar saja, perdebatan macam itu hal yang lumrah. Lupakan pemirsah. Namun menginjak semester 6, saling sikut menyikut itu sudah sedikit mereda dan tujuan KKL kami mulai mendapatkan titik terang. Hingga singkatnya KKL kami jatuh pada 15 Mei 2013 yang sebelumnya 09 Mei 2013. Tulisan ini penulis fokuskan pada perjalanan yang ceritanya didominasi oleh anak-anak KPI karena sang penulis yang notabene warga KPI.
Hari H
(selama ini penulis belum juga mengetahui apa kepanjangan dari huruf H, bisa jadi Headline, bisa jadi Hari, namun yang pasti bukan Haid. Dan sebegitu curious nya penulis akhirnya membuka google, ternyata H itu Hari dari kata Day. Oke sip lupakan #BackTopik)
Panitia memberitahu kami pada acara pembekalan KKL yang berlangsung pada H-1 keberangkatan bahwa kami berkumpul di BNI jam 05.30 WIB (biasanya anak-anak kalo subuh pada telat dibangunin jam segitu, tapi kalo untuk jalan-jalan pada di ja(m)banin jam 4 pagi juga #haha
Okeh seperti biasa, sebagai Negara dengan penghasil karet terbesar nomer 2 di dunia, rakyat Indonesia (read=sedikit anak jiai 2010) membuktikan hal tersebut dengan datang terlambat, ngaretnya pun tidak segan-segan.. maaf demi menjaga nama baik dan kewibawaan mereka, saya hanya bisa memberikan inisial nama anak tersebut, yakni Yusuf Maulana Rizki selaku panitia papan atas dan rekan segrup “koncet”nya Aditya Ramadhanto. Singkatnya kami pun berangkat jam 08.00 WIB.
Diawali dengan berdoa berjamaah yang dipimpin oleh Pak Dzulkifli dengan mengharapkan kebaikan Allah agar kami selamat dan bahagia lahir bathin atas perjalanan ini. Bukan hanya berdoa saja kami memulai perjalanan namun juga update status “alay” (read=kreatif report) yang mana tradisi update status di sosmed sebanyak 7 kali dalam sehari (solat 5 waktu aja kalah namun itulah kelebihan jurusan kami) merupakan bagian dari tugas KKL kami. Contoh statusnya : “berangkaaaaat to Bali, cihuyyyy” atau “bismillah lindungi Baim di jalan ya Allah”, “emak, bapak, beta jalan duluuu yah ke Bali” dan juga “d04In 4k0H 3aa m4nc3m4n, m0 k3 84Li nnicH” à Kalo contoh yang terakhir mah emang alay beneran.
Perjalanan saat itu kami isi dengan berdiskusi (read=gossip *ga dink), baca buku (read=baca status), dan main kartu “pintar strategi” (read=poker). Perjalanan kami tidak melalui jalur timur atau pantura namun jalur selatan karena maceet maceet (read nya gaya iklan “bocoor bocoor”). Perjalanan begitu mengasyikkan karena SS (santai sejenak) nya disediakan begitu banyak. Bisa 4-6 kali dalam sehari. Hal tersebut tentu mengasyikkan bagi teman-teman yang beser-an. Dan seperti makhluk modern lainnya, dimanapun kami berada, kami selalu jeprat jepret dengan berbagai pose.
H+1
Perjalanan satu hari penuh ternyata tidak cukup untuk sampai ke Bali *predictable sihh. Menginjak hari kedua (pagi-siang) kami masih menikmati perjalanan itu. Dikanan kiri kami melihat persawahan, gunung-gunungan, laut, hutan, dan perilaku-perilaku unik masyarakat setempat. Contohnya adalah seorang pengendara motor yang menggunakan seatbelt dengan menggunakan ban motor dilingkar perutnya. Contoh kedua adalah dua orang pengendara motor wanita muda dan rekan boncengannya yang mengendarai dengan kecepatan penuh hingga hijabnya terbang kebelakang, yang luar biasanya dia tidak mengurangi kecepatan namun malah memegangi ciput hijabnya. Ini sensational pemirsah.
Menginjak waktu senja kami mulai gundah, duduk tak tenang, makan tetap enak, dan pencernaan mulai tak bersahabat. Ternyata itu karena kami belum juga melihat tanda-tanda tulisan “welcome Bali” di sejauh mata memandang. Ditengah kegundahan tersebut, kami mendapat hiburan dengan pemandangan hasil kreasi manusia yakni PLTU Bondowoso yang dikelilingi oleh laut dan hutan. Katanya, kalau di malam hari PLTU dan sekitarnya diterangi dengan lampu-lampu besar yang luar biasa apiknya. Sayang kami tidak menyaksikannya saat malam hari.
Berselang 3 jam kemudian *if I’m not mistaken akhirnya kami sampai di pelabuhan Ketapang dengan tujuan Gilimanuk. Senangnya menyebrang lautan luas di malam hari meski konsekwensinya kemasukan angin. Untung kami sedia tolak angin *No-iklan. Saat itu kapal yang kami tumpangi begitu sepi, hingga kami memutuskan untuk meramaikannya dengan program jeprat-jepret (lagi). Terlebih keluarga seroNOK, belum duduk saja sudah menghabiskan banyak space foto. Ohya, Penulis sedikit ceritakan mengapa bisa hadir nama seroNOK. Berawal dari sebuah foto seorang gadis manis yang berkaca mata hitam di sebuah lab studio radio jiai online, lebih moderat makin Indonesia. Foto tersebut tersimpan rapih di museum hape kami warga WGK ‘Wonder Girls KPI’. Foto gadis tersebut kemudian dinamakan mak Enok oleh KPI-ers layaknya panggilan tukang pijat professiyonal. Hari-hari berikutnya selama kuliah, gadis imut tersebut terus mendapatkan julukan mak Enok hingga di pelabuhan Ketapang. Namun gadis tersebut merasa tidak adil jikalau hanya dirinya saja yang mendapat julukan ‘keren’ tersebut maka mak Nok aseli mulai memanggil WGK dengan Nok juga namun depannya diberi tambahan, Eka sebagai De Nok,Atik Mba Nok, Fina Ka Nok, dll. Hingga gadis menyenangkan tersebut menamai kularga tersebut dengan SeroNOK, nama yang anggun lagi elegan.
Hanya sekitar 30 menit sahaja untuk sampai di pelabuhan Gilimanuk. Hingga kami melanjutkan kembali dengan bis untuk sampai ke Bali dan yang pasti ‘Welcome Bali’ as ‘Paradise Island’. Kami disambut dengan nuansa perumahan yang unik seperti pura. Ya memang ada yang benar-benar pura dan ada juga bermotif pura. Kami pun dikagetkan dengan pemandangan dimana banyak anjing-anjing yang JJM ‘Jalan-Jalan Malam’ di sepanjang jalan. Ternyata belakangan yang kami ketahui info nya dari Beli Nur Sang Guide Jayus *Nanti Penulis ceritakan –warga Bali wajib memelihara anjing d rumah sebagai binatang penjaga.
Setelah mampir terlebih dahulu untuk dinner, tibalah kami di hotel Orenjje. Alhamdulillah, ucapan syukur pada Sang Maha Penyelamat yang telah melindungi kami..
Sesampainya di hotel, kami langsung bersih-bersih dan tidur. Krik.
Namun ada juga yang lanjut jepret-jepret *lagi
H+2
Tarraaaa, mentari menyambut kami dengan senyumnya yang hangat, sehangat senyuman kamu sayang *yang barusan abaikan pemirsah. Setelah breakfast, kami berangkat menuju tempat penelitian, kami yang KPI ke FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di Denpasar dan IPI ke Pesantren Bali Bina Insan di Tabanan.
Focus ke bis KPI. Kami menikmati perjalanan yang pelan itu disepanjang kota Denpasar yang ramai. Hanya sekitar 15 menit saja memakan waktu. Sesampainya disana kami disambut dengan sangat ramah oleh warga FKUB. Disana kami diberi penjelasan oleh Ketua Yayasan Pak Ida Bagus Wiyana yang beragama Hindu yang murah senyum, Pak Roichan Muchlis seorang Muslim yang asyik dalam memberi penjelasan, Pak Ali Yakub seorang Muslim yang memiliki pesantren, pastur, romo, dll. Setelah menjelaskan dan menjawab pertanyaan para mahasiswa mengenai seluk-beluk FKUB, kami di suguhkan dengan menu makan siang yang waw. Mengapa waw? Karena menu yang ada didalam box nasi bungkus sesuai dengan gambar yang ada pada cover nasi box nya *abaikan
Dalam percakapan tersebut, teman kami, sebut saja @Atha_tralala, gadis manis ini digoda terus oleh Pak Ida Bagus, entah karena gadis ‘wara-wiri’ tersebut memakai kerudung kuning atau ada alasan lainnya, intinya kami senang sekali berada disana. Melihat kerukunan antar agama yang terbina dalam yayasan tersebut mengajarkan kami tentang arti damai dalam keberagaman, damai dalam hidup bersama dan perbedaan dalam agama tidak menjadi penghalang dalam menggapai kebahagiaan bersama.
Pak Ketua juga memberi contoh betapa sulit sebenarnya menyatukan ritual dua agama yang berbeda. Contoh, Islam memiliki aturan bagi yang meninggal untuk disolatkan dimasjid sedangkan Hindu memiliki aturan bahwa orang yang meninggal haram hukumnya melewati Pura, hingga umat Islam harus melewati jalan lain bahkan harus memutar jalan agar terhindar dari Pura. Dan hal tersebut dihormati oleh umat beragama disana.
Selepas penelitian di FKUB, kami melanjutkan perjalanan ke Joger dengan menggunakan fasilitas yang disediakan, yakni semacam mobil odong-odong dengan angin cepoy-cepoy yang asyik. Untuk masuk ke dalam Joger kami perlu antri sebentar untuk mendapatkan stiker yang wajib digunakan. Di Joger kami membeli pernak-pernik sebagai cinderamata untuk orang terkasih. Ohya, info dari Beli Wayan Nur, Pak Joseph sang dedengkot Joger konon tidak mau membuka cabang selain di Bali. Alasannya simple, karena menurutnya keberuntungannya masih ada di Bali. Keberuntungannya bisa mendapatkan keuntungan Rp. 600 juta pemirsah perbulan. Beliau juga hanya mempekerjakan pegawainya yang berasal dari keluarganya saja.
Ohya, berhubung harga barang-barang di Joger terbilang mahal maka kami (tepatnya Penulis dan temannya Penulis) tidak terlalu banyak membeli barang disana. Kami pun belanja diseberang Joger dan harganya terbilang jauh lebih murah namun kualitas tetap memuaskan. Buktikan pemirsah !!
Setelahnya kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta. Tempat tersohor nomor 4 di Pulau Bali. Sebagai informasi, Bali memiliki 99 wahana rekreasi loh. Dan baru 25 objek wisata yang diresmikan oleh Pemda dan akan trus ditambah peresmian objek wisatanya karena pariwisata merupakan sektor terbesar untuk memajukan perekonomian Bali. *sumber Beli Wawan
Di Kuta kami disuguhkan dengan hal yang baru kami lihat namun sejak lama kami telah ketahui bahwa di Bali banyak terdapat sumur *you know lah. Bagi yang belum tahu apa itu sumur, bisa inbox ke 08784939xx. Di Kuta, kami KPI-ers melaksanakan sholat di tempat yang tak lebih dari 2 meter kali 1,5 meter. Menyedihkan sekali memang. Ditambah, penjaga WC nya yang entah matre atau gak percaya sama kami kalo kami akan bayar- menagih dengan agresifnya bahkan sebelum kami melakukan ritual wudhu. Makin menyedihkan. Ditambah lagi, setelahnya kami mengetahui bahwa untuk cuci kaki sahaja di kenai biaya Rp. 1000. Untung kami cuci muka, jadi tidak bayar *ga jelas.
Di Kuta kami menikmati terik matahari yang cukup memedihkan mata. Namun itu tak mengurangi keeksotisan pantai bersih itu. Bukan hanya menikmati cuaca terik saja, namun kami juga menikmati romantisme senja di pinggiran pantai. Sun set. Lembutnya senja yang temaram menghancurkan kerasnya rasa congkak sang abdun.
Menjelang pulang kami melakukan reportase “kejar setoran” hasil penelitian FKUB. *hehe
Magrib menyapa, dan tak lama teman-teman IPI datang. Kasihan sekali mereka, tampak lelah dari kerutan wajah mereka. Mungkin efek kecapaian karena lokasi tempat penelitian yang jauh hingga harus menyusul KPI ke Kuta pada mahrib hari. *ada gak yah magrib hari
Pulang dari Kuta tidak selancar kala kami mendatanginya. Kami harus mengantri dan adu cepat menaiki mobil mirip odong-odong dengan penumpang lainnya yang non JIAI. Bukan hanya itu saja kendalanya, kami juga harus mengalami apa yang menjadi rutinitas kami di Jakarta. Traffic Jam. Oh Noo. Di Bali pun macet juga, tak kalah parah. Namun yang membedakan antara macetnya di Bali dan di Jakarta adalah cara menikmatinya. Kalau di Bali, kami bisa sambil melihat hiburan, pria bule tampan contohnya. Haha. Contoh lainnya, hiburan para bule yang menggunakan motor gede (moge) sambil berkeliling ditengah kemacetan.
Akhirnya sampai juga kami di Hotel Orenjje (yaa hotel Orenjjeeee, ada yang bisa kami bantu??) setelah sebelumnya kami merapat dahulu untuk makan malam. Ohya, some of u guys, ada yang tahu gak, judul lagu yang diputer ulang waktu kita makan malam. Begini liriknya kurang lebih “kau gadis manis, ku ingin segera kenalan”. *abaikan (lagi-lagi)
Selanjutnya kami berkunjung ke Krishna, yakni sejenis tempat pembelian oleh-oleh yang cukup well-known. Sebelum memasuki tempat tersebut, lagi-lagi kami ditempelkan stiker oleh para pramuniaganya. Entah mengapa di Bali , toko-toko senang sekali menempelkan stiker di baju kami. Disana kami melakukan makan malam. Barang-barang di pusat perbelanjaan tersebut terbilang cukup murah dan barang yang ditawarkan sangat beragam. Mulai dari pakaian, sandal, souvenir, mainan, dll. Menyenangkan berbelanja disana.
Setelah membeli banyak gembolan buah tangan, kami pun pulang ke hotel Orenjje (yaa hotel Orenjjeeee, ada yang bisa kami bantu??). sesampainya kami di Hotel, kami diharuskan untuk packing karena keesokan harinya kami harus check-out dari Bali menuju Salatiga. Hix Hix. Puk Puk.
Setelah packing, Penulis dan kedua rekan nya, mbak enok (read : atik) dan ka enok (read : fina) berniat berenang di kolam yang disediakan. Namun, sangat disayangkan atik berubah pikiran, sepertinya dia lelah, lu olang pusiiiinggg.. atik mengurungkan niat untuk olahraga air malam. Akhirnya Penulis dan Fina memutuskan untuk renang secara duet saja. Awalnya kami ragu karena tanpa diduga, para pria lajang JIAI sudah banyak yang berenang namun karena suatu tekad yang kuat kami pun tetap berenang dan mengambil alih lokasi kepinggir.
Hwaaaaa, senang sekali berenang dimalam hari karena airnya tidak dingin sama sekali. Sekitar 1 jam kami duet berenang hingga jam 12 malam saja *Saja.
Setelahnya, kami terlelap dalam Pulau Kapuk di Pulau Bali dan (tidak) membentuk Pulau di wajah untuk menyambut hari esok yang tak kalah menyenangkan.
H+3
Mungkin karena kelelahan, keesokan harinya beberapa dari kami kesiangan bangun dari tidur. Inisialnya BP, TH. HH, SD, dkk. Hal itu membuat rombongan terlambat untuk menyaksikan Barong and Kris Dance di BCC (Bali Classic Center) secara utuh. Namun hal tersebut tak melunturkan semangat kami, toh kami pun tetap terhibur dengan penampilan para pemain drama yang lucu, sangar, seram, dan bersuara indah. Ohya, konon menurut Beli Wayan Nur, pemeran Dewi Kunti menggunakan kostum yang hanya dilapisi kain kemben transparan. Sang penari pun tidak menggunakan Breast Hold Pemirsah !! jadi berdoalah agar tidak ada musibah ‘melorot’ di depan mata kita.
Lanjut dari BCC, kami melanjutkan perjalanan ke tempat eksotis nomor wahid di Bali. Pantai Tanah Lot !! selama perjalanan kami dihibur dengan pemandangan alam di kanan kiri yang cantik. Rumah-rumah adat di pedesaan, sawah yang terhampar hijau, dan tradisi ngaben yang tampak disepanjang jalan. Mungkin sedang musim meninggal disana. Ohya, selama perjalanan, kami diberi panduan oleh Beli Wayan Nur selaku Tour Guide KPI-ers. Beliau menjelaskan mengenai seluk-beluk Bali beserta budayanya. Katanya, ngaben bisa menghabiskan biaya hingga 200 juta !! luar biasa bukan ?! Namun bagi masyarakat yang kurang mampu, sekitar bulan Oktober akan diadakan upacara Ngaben masal, sehingga setiap keluarga hanya mengeluarkan biaya sekitar 2 juta saja *itu juga lumayan kali.
Beli Nur juga menceritakan kalau di Bali, sudah menjadi sebuah keharusan bagi setiap anak perempuan sedari dini diajarkan untuk bisa menari Bali sebagai bentuk penjagaan kelestarian budaya. Selain keharusan pandai menari, wanita di Bali juga diharuskan memiliki rambut yang panjang. Namun, seiring dengan modernisasi, para wanita dan gadis Bali saat ini sudah minim sekali yang melakukannya. Beli Nur pun sedih. Penulis tahu itu dari suram di wajahnya.
Beli pun mengajakan kami mengenai sapaan di Bali, sebagai berikut ;
Beli : sapaan pria Bali seumur & lbh tua Gus : sapaan pria Bali lebih muda Mbok : sapaan wanita Bali seumur & lebih tua Mbe : sapaan wanita Bali lebih muda
Ohya, kami tidak menyangka bahwa Beli Nur ini juga seorang comedian. Beliau bukan hanya menghibur kami dengan ceritanya mengenai adat istiadat Bali saja, namun Beliau juga pandai berhumor meski terkadang humor ‘nakal’. Contohnya,
Contoh 1 :
Beli : siapa nama kamu ?? *jangan lupa pemirsa, cara membacanya pake logat Bali.
KPI-er : Nama saya Irsyad, Beli..
Beli : Waaah, kalau di Bali, Irsyad artinya tikus got.
Hahahahahha, dan kawan-kawan tikus got, eh maaf, maksudnya kawan-kawan Irsyad pun tertawa terbahak-bahak karena sedih kawannya diperlakukan demikian.
Contoh 2 :
KPI-er : Beli, kalau Dipo artinya apa???
Beli : Waah, dipo artinya nasi basi
Hahahahahh, KPI-ers lainnya tertawa karena sedih juga mendengarnya
Contoh 3 :
KPI-ers : kalau Hamid, apa artinya, Beli ?
Beli : hamid artinya meledak. Tapi, dari bentuk wajahnya, Hamid akan jadi orang sukses.
Aaamiin, sontak semua meng-amin-kan
Contoh 4:
Beli : Beli punya pertanyaan, susun kalimat berikut dengan benar yah.. Rumput-Makan-Kuda-Tai. Siapa yang bisa ???
KPI-ers mencoba menjawab. Namun belum juga ada yang tepat.
Beli : bagaimana ada yang bisa tidak ??
KPI-ers : tidaaakkk
Beli : jawaban yang benar adalah… Kuda Makan Rumput..
*Hening sejenak
Tiba-tiba, KPI-er yang bernama Gati Fitriani nyeletuk,
Gati : Beli, Tai nya mana ????
Beli : tai nya ya kamu yang makan.
HAHAHAHAHAHAHHA, sontak KPI-ers tertawa sampai menangis
Contoh 5 :
Beli : coba ya jawab lagi.. Coba kamu irsyad, jawab yaa
*KPI-ers pun berpikir mengapa Irsyad saja yang ditanya. Mungkin dia yang tampak paling tampan diantara kami. Ini baru kemungkinan loh yaaa.
Beli : Kucing sama anjing kalau lomba lari siapa yang menang ????
Irsyad : *dengan heroik nya dia menjawab. KUCING, Beli
*Tiba-tiba Beli nyamperin Irsyad dan berjabat tangan sambil berkata “Selamat yah kamu menang”
HAHAHAHHAHHAHAHA, kali ini KPI-ers menangis sampai tertawa
Contoh terakhir :
Beli : Tali apa yang bisa belah gunung??
KPI-ers pun mencoba menjawab namun semua gagal. Hingga Beli menanyakan berulang-ulang. KPI-ers pun menyerah. Dan Beli menjawab “TALI TAS”
Dan tiba-tiba.. KRIK…
Alhamdulillah sampai juga kami akhirnya di Tanah Lot pada jam 4 WITA.
Subhanallah, Luarrr biasaaaa. Itulah kata-kata yang tersirat dalam sanubari maupun tersurat dalam lisan para mahasiswa dan dosen. Tanah lot mempertontonkan panorama lautnya yang indah dengan siluet ombak pasang yang ditemani awan yang sedang muram, mendung. Sempurna dengan semilir angin yang memberi kedamaian pada jiwa yang sedang hampa. Subhanallah.
Di pantai tersebut memiliki banyak pantangan, tidak boleh menginjak kemenyan atau sesajen yang ada disana dengan sengaja karena dipercaya bahwa roh yang berada disana akan merasuki tubuh manusia. Dan itu tidak sekali dua saja terbukti. Kami menghormati pantangan tersebut untuk lebih berhati-hati.
Disebelah kiri, ada pura yang didalamnya merupakan tempat suci sehingga wanita yang sedang haid dilarang keras masuk ke dalamnya. Konon, bagi pasangan yang masuk ke dalamnya dan berbuat negative maka akan mengalami putus hubungan. Tapi buktinya, teman Penulis tidak putus, mungkin mereka tidak melakukan perbuatan negative. Alhamdulillah. Mungkin.
Selain tempat suci, disebelah kiri pantai juga terdapat goa ular dimana didalamnya terdapat ular kecil sebesar jempol remaja yang jinak. Kami diijinkan untuk mengelus-elusnya.
Disana kami pun melakukan aktifitas jeprat-jepret dengan berbagai pose, pemirsah bisa membayangkan yah..
Sayang sekali, kami hanya bisa menikmati paras Tanah Lot 1 jam saja, karena kami harus segera melanjutkan kunjungan lain. Selamat tinggal Tanah Lot, kami berharap kami bisa kembali menjumpaimu.
Sepulang dari Tanah Lot kami langsung menuju Salatiga. Sedih hanya sebentar menyapa Bali yang indah. Kota yang membuat kami merasa asing dan menjadi minoritas. Keteralienasian itulah yang membuat kami merasa penasaran tentunya untuk tahu lebih banyak seluk-beluknya. Ya semoga diadakan KKL jilid 2, macam tersanjung yang ber-season2.
H+4
Perjalanan ke kota Salatiga tujuannya adalah mengunjungi sebuah komunitas belajar Qaryah Toyibah. Ternyata perjalanan menghabiskan waktu hampir seharian. Dijalan kami menghibur diri dengan membaca, bersenda gurau, membaca quran, dan bermain kartu “pintar strategi”, serta berkaraoke. Untuk yang membaca buku didominasi oleh bocah-bocah asal UICCI, “Trio Lajang Pintar” “Emon Imam Ibnu”, untuk membaca quran dimenangkan oleh Ummi Ita, Abi Vicky dan Mamah Euis, untuk berkaraoke tidak ada dominasi, banyak dari kami menyumbang suara sumbang yang ngambang *halah. Bukan manis dan pahitnya suara, namun indahnya kebersamaan, guys. Ohya untuk yang bermain kartu “pintar strategi” pun hampir semua dari kami, namun tidak bagi yang tidak mau turut bergabung, mungkin karena memang tidak bisa atau mungkin takut kalah. Contohnya Reni “gomeng”. Dia macam cheerleaders saja, membuat ramai namun tak ikut bermain. Tapi itu juga sudah lumayan. Lumayan menyedihkan.
Dalam bermain kartu, yang Penulis ketahui, masih dimenangkan oleh Yusuf Maulana Rizky, semoga ini bukan karena ia ‘raja judi’ namun karena kecerdasannya dalam bermain strategi. Aamiin. Ketika muka kami sudah coreng moreng oleh bedak ‘tak bermerk’ namun ucup dengan sengak nya senyum-senyum jijay karena tidak pernah kalah.
Bis baru sampai di pelabuhan penyebrangan Gilimanuk. Kami cukup lama menunggu untuk dapat memasuki kapal feri. Dan kami mengisinya dengan berkaraoke lagu-lagu nya bapak Ebiet G. Ade. Dinyanyikan oleh Adit yang suaranya lumayan emas, dan dilanjutkan oleh bang Apay yang bersuara perak, juga Bagus Pangestu yang bersuara tembaga. Penulis juga bingung seperti apakah suara tembaga. Ahahaha.
Singkat kata setelah menyebrang laut sebentar sambil menikmati semilir angin laut kami pun melanjutkan perjalanan, Penulis dan rekan duet nya mendengarkan stand up comedy yg dibawakan oleh Warkop, LuLu lah. Lumayan Lucu.
Setelah makan malam, perjalanan pun dilanjutkan hingga esok malamnya.
Keesokan malamnya kami baru sampai di Hotel Surya Indah yang ‘berpenghuni’. Korbannya ada Dina dan Fina. Tragis sekali mereka. Jika kalian mau tahu lengkap cerita ini, silahkan hubungi 09828638928xx. Sesampai disana kami makan malam dan melanjutkan dengan karaokean di aula Hotel. Namun Penulis dan beberapa WGK tidak ikut namun berdiam diri dikamar alias tidur karena khawatir kesiangan.
H+5
Selamat pagi Salatiga yang sejuuuk. Kami makan pagi nasi goreng. Ketika Penulis mengambil nasi, tiba-tiba disamping Penulis ada yang berbicara “makannya yang banyak ya, yang itu enak ya”, Penulis hanya berpikir, kok dia bisa tahu yah ini enak padahal kan dia belum makan, bisa jadi dia hendak nambah. Penulis juga berpikir “kok dia perhatian banget yah”, Penulis hanya berhusnudzon bahwa pengawal yang baik memang harus seperti itu. Haha maaf yah BP dan thank you udah bawain barang bawaan gw malam nyah :)
Kami melanjutkan perjalanan ke KomBel Qoryah Toyyibah (QT) setelah sebelumnya berfoto bersama angkatan didepan hotel. Tak memakan waktu lama untuk sampai ditujuan. Daerahnya sungguh asri kawan.
KomBel QT merupakan komunias yang menggunakan metode society learning. Kebebasan dalam belajar.
Diajarkan bahwa belajar itu tidak hanya didalam kotak saja yang telah ditentukan oleh kurikulum, di dikte oleh para guru, dan dibatasi oleh gedung tempat mencari ilmu. QT mengajarkan bahwa masa belajar adalah sepanjang hayat. Tidak dibatasi pada SD yang 6 tahun, SMP yang 3 tahun sampai mendapat gelar Doktor atau Professor. Belajarpun bisa mencari sendiri, tidak harus diberi oleh pengajar. Dan belajar pun tidak selalu harus di dalam ruangan namun kepada alampun kita bisa banyak belajar. Luar biasa. Banyak pula prestasi yang diperoleh oleh siswa-siswa disana.
Setelahnya kami melakukan tanya jawab dan reportase yang cukup seru dengan para narasumber. Ada yang bertanya pada narasumber dengan serius dan tidak ada maksud macam-macam dan ada juga yang bereportase dengan narasumber dengan serius ditambah modus. Misalnya yang mendapat narsum para wanita geulis disana.
Setelah bereportase kami jajan diluar, jajan cilok. Rp 2000 dapat banyak pemirsah. #maaf info cilok ini hanya intermezzo. Dari sini kami bukan hanya menikmati cilok dalam arti sebenarnya, sodara kami Ucup dan Adit merasakan cilok dengan cara lain, Cinta Lokasi. Dengan Fina dan Mona, sang narsum dan primadona QT. yaa semoga mereka segera mendapatkan cinta sejatinya yah..
Kami melanjutkan perjalanan dan berhenti dialun-alun untuk melaksanakan shalat Zuhur dan makan siang. Disana teman-teman banyak yang membeli bunga kertas yang banyak. Ketika ditelisik, ternyata penjual bunga tersebut merupakan bapak tua yang lemah fisik dan suaranya. Demi membantu perekonomian bapak lunglai tersebut, JIAI-ers membeli bunga yang seharga Rp 1000 dapat 3 itu. Merasa membeli banyak bunga dengan harga murah, teman-teman memberikan bunga tersebut ke teman-teman yang lain, entah memang bermaksud baik atau bisa jadi modus. Penulis kala itu ditawarkan hingga berulang-ulang bunga yang banyak oleh seorang pria yang sudah tak lagi lajang, inisialnya Rahmat ‘sang Murobbi’ namun Penulis sangat menjaga perasaan istrinya yang sedang hamil 4 bulan dengan menolak bunga tersebut. Namun sesampainya dikos teman Penulis memberikan setangkai bunga kertas merah, titipan dari salah satu pria lajang di IPI, sebut saja si dia. #Lumayan di kosan ada pajangan.
Selepas dari alun-alun kami melanjutkan ke International Christian School MountainView. Kali ini kami harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata karena pengawasan yang ketat sekolah dan etika sopan santun yang ketat pula penerapannya. Sesampai disana, kami disambut hangat oleh Pemilik sekolah yang aseli Amerika, Pak Frank dan Ibu Kareen juga 1 orang Pengajarnya. Kami diajak berkeliling sekolah dan mendapat info bahwa kaca-kaca di sekolah tersebut anti-bullet. Waww, hal tersebut dibiayai oleh Kedubes Amerika. Siswa disana berasal dari 16 negara yang berbeda dan yang sedikit sekali yang berasal dari Indonesia. Lulusan MountainView ini sudah tentu akan melanjutkan kerja dan kuliah diluar negeri. Biaya SPP terbilang murah, Rp 5 juta per bulan.
Hal tersebut terbilang murah bagi sekolah berstandar International America-British dibanding dengn Jakarta International School yang konon kata Pak Frank bisa 3 kali lipatnya. Disekolah tersebut kami juga melihat seliweran para Bule dan para Korean yang tentunya tak ada satupun dari mereka yang tak berbahasa Inggris dalam berkomunikasi.
Usai sudah anjangsana penelitian kami dan itu berarti kami harus pulang ke Jakarta. Tak terasa yah..
Kembali perjalanan panjang harus kami lewati, namun disisa-sisa waktu bersama tersebut kami isi dengan berdiskusi dan mengenal satu sama lain.
Pada perjalanan di sore hari kami para WGK bermain muslimah card. Kartu ‘pintar strategi’ dengan nuansa islami. Kami memulai dengan taawudz dan basmallah, didalamnya tidak ada saling intip kartu demi kejujuran, didalamnya diajarkan bahwa muslimah itu harus multi-talented, termasuk dalam bermain kartu ‘pintar strategi’, yang terpenting tidak memakai uang receh dalam memainkannya alias judi *teeettt, didalamnya juga saling nasihat-menasihati dan banyak ibroh yang bisa di ambil dari muslimah card sambil mentoring tersebut. Janggal memang, terlebih para pria lajang sibuk menggoda dan meledek kami, entah karena mereka iri karena tidak diajak main atau memang rese, sebut saja Dipo. Namun, permainan berlanjut hingga beronde-ronde dan Penulis jarang sekali kalah. Bukan bermaksud ujup.
Pada malam harinya, saat melewati Alas Roban, suatu lokasi berkelok dan menyeramkan yang katanya sebagai tempat pembuangan mayat. Ketika tiba ditempat tersebut, kepala suku kami, sebut saja bang Apay duduk di tengah-tengah kami dan menyuguhkan kami dengan cerita-cerita mistisnya. Huwaaaaa, kamipun banyak berdzikir, terimakasih Apay, karenamu kami ingat Allah. Ehehehe.
Salah satu cerita mistisnya adalah : Alkisah ada seorang anak yang memiliki guru privat yang datang ke rumah. Namun satu hari sang guru menelpon dan mengatakan bahwa ia tak bisa datang mengajar. Namun beberapa saat kemudian ada yang mengetuk pintu rumah anak tersebut. anak itu heran dan bertanya mengapa guru tersebut hadir. Singkat kata mereka duduk berhadapan dan belajar. Tiba-tiba pensil si anak jatuh dan langsung mengambilnya. Namun setelah ia mengambil ke kolong, ia menemukan bahwa sang guru tersebut tak berkaki, namun si anak tetap diam serrta heran dan kembali duduk seperti sedia kala. Hingga si anak menatap wajah sang guru dengan keheranan dan sang guru berkata : “kamu sudah tahu yah ??” #huwaaaaaa.
Disela-sela cerita mistis yang dibawakan oleh Bang Apay, seorang teman kami sebut saja Irsyad, banyak melakukan perilaku-perilaku abnormal, misalnya saja sering mondar-mandir, sering memotong pembicaraan kami, pokoknya seperti ingin diperhatikan oleh seseorang, dan tak lama dia menyebut bahwa dirinya adalah seorang yang “jago nembak”, entah apa kamsudnya, tapi yang jelas, semangat menggapai cinta ya Irsyad. Kami warga KPI selalu mendukung kamu dengan si dia #Mengheningkan Cipta.
Namun setelah melewati daerah Alas Roban yang tidak terlalu lama tersebut kami melanjutkan bercerita mengenai masa-masa kecil kami yang menjadi korban pembodohan media dan isu masyarakat. . Contohnya, dulu kami dibohongi dengan kaca mata 3 dimensi yang katanya bisa membuat tokoh di tv bisa keluar dari kaca televisi. Dan kisah mister gepeng yang sangat ditakuti oleh anak-anak pada jamannya.
Bukan cuma itu, kami juga melalui masa-masa ‘alay’ secara serentak. Contohnya kami biasa mengisi diary yang didalamnya terdapat, nama, makanan-minuman favorit, kata mutiara, positive negative tentang teman kita dan tanda tangan. #OMG. Tidak sampai disitu, ternyata kita pun memiliki topi tersayang, baik yang asli maupun yang palsu. Ckckckc.
Kami bernostalgia cukup lama dan cukup mengkocok perut karena cara pembawaan bang Apay yang koplak dan natural. Yang awalnya kami merasa ngantuk seketika kami kembali segar. #fiuh.
H+6
Alhamdulillah tiba juga kami di Jakarta pada pukul 7 bagi bis KPI dan jam 5 pada bis IPI. Mengapa bisa berbeda ? karena setelah melakukan SS di SPBU Tol Cikampek, bis KPI menunggu hingga azan subuh dan terlambat sedikit saja, Jakarta sudah mengalami kemacetan yang amat parah hingga kami ngaret 2 jam dari bis IPI.
Keterlambatan tersebut juga menjadi duka dan resah yang teramat mengenaskan bagi seorang Dina Maftuha yang kakak dan umminya sudah menunggunya sejak jam 4 pagi hingga terjadi keributan yang berulang-ulang antara Dina yang berisik dengan Ucup –diduga yang ngumpetin hape Dina dan ibunya telpon sampe 9 kali dan tidak direspon-. Setelah pertengkaran berakhir, disisa waktu bersama tersebut kami mengisinya dengan bersenda gurau di bis.
Welcome Jakarta.. Kami bahagia.. banyak kesan mendalam yang berada dalam hati kami masing-masing.. baik yang terungkap dan di simpan dalam hati saja.. dan hati Penulis pun tertinggal di Bali..
Thanks Allah, Thanks Guys, Thanks Eka yang seru kalo cerita, thx fina yang selalu setia, thx atik yang lucu dan sering nyeletuk, thx reni yang gomeng meski suaranya udah abis, thx mbok Gati yg galak namun pengayom, thx bang Apay ceritanya, thx ucup yang humoris, irsyad yg caper, thx Dina yang cablak kalo ngomong tapi jujur, sorry buat Zaini yang selalu WGK bully sepanjang jalan hingga Penulis sempat berantem sebentar, thx teh cipa yang mengajarkan tentang lembut dan kalem, thx imeh n nanda yang mengajarkan kami untuk diam *karena mabok di bis sebenernya diemnya, thx KPI n IPI-ers yang luar biasaa, Thanks Ibu Bapak Dosen, Bu Sari yang asyik buat diajak seru-seruan, Bu Izzah yang lembut dan Pa Dzul yang memperjuangkan kebebasan makan kami dari Privat Account. Hehe, thx Pa Fadil yang kocak, Thanks Pak Didik selaku ketua travel KLS yang ramah dan asik, thanks bis Kramat Jati yang ngebutnya ruarrrrr biasa, mampu menghadirkan nuansa jet coaster didalam bis dan thanks buat kamu yang telah menginspirasi Penulis untuk dijadikan tulisan ini. I Love You So Much !!!!!
Created by : Mak Nok (Ihya Addini Islami -KPI2010-
Mohon koreksinya. ini tulisan lepas, lebih tepatnya diary. mohon maaf jangan ada yang marah yah, just for fun :))
Berawal dari setengah tahun lalu, saat angkatan kami, jiai fis unj 2010, melakukan sharing dan diskusi mengenai rencana KKL kita di semester 6 mendatang. Lebih banyak dukanya memang, karena dalam diskusi ini lebih banyak keos alias ributnya. Ada anak yang ingin ke Malaysia, ke Bromo, ke Bali, dll. Wajar saja, perdebatan macam itu hal yang lumrah. Lupakan pemirsah. Namun menginjak semester 6, saling sikut menyikut itu sudah sedikit mereda dan tujuan KKL kami mulai mendapatkan titik terang. Hingga singkatnya KKL kami jatuh pada 15 Mei 2013 yang sebelumnya 09 Mei 2013. Tulisan ini penulis fokuskan pada perjalanan yang ceritanya didominasi oleh anak-anak KPI karena sang penulis yang notabene warga KPI.
Hari H
(selama ini penulis belum juga mengetahui apa kepanjangan dari huruf H, bisa jadi Headline, bisa jadi Hari, namun yang pasti bukan Haid. Dan sebegitu curious nya penulis akhirnya membuka google, ternyata H itu Hari dari kata Day. Oke sip lupakan #BackTopik)
Panitia memberitahu kami pada acara pembekalan KKL yang berlangsung pada H-1 keberangkatan bahwa kami berkumpul di BNI jam 05.30 WIB (biasanya anak-anak kalo subuh pada telat dibangunin jam segitu, tapi kalo untuk jalan-jalan pada di ja(m)banin jam 4 pagi juga #haha
Okeh seperti biasa, sebagai Negara dengan penghasil karet terbesar nomer 2 di dunia, rakyat Indonesia (read=sedikit anak jiai 2010) membuktikan hal tersebut dengan datang terlambat, ngaretnya pun tidak segan-segan.. maaf demi menjaga nama baik dan kewibawaan mereka, saya hanya bisa memberikan inisial nama anak tersebut, yakni Yusuf Maulana Rizki selaku panitia papan atas dan rekan segrup “koncet”nya Aditya Ramadhanto. Singkatnya kami pun berangkat jam 08.00 WIB.
Diawali dengan berdoa berjamaah yang dipimpin oleh Pak Dzulkifli dengan mengharapkan kebaikan Allah agar kami selamat dan bahagia lahir bathin atas perjalanan ini. Bukan hanya berdoa saja kami memulai perjalanan namun juga update status “alay” (read=kreatif report) yang mana tradisi update status di sosmed sebanyak 7 kali dalam sehari (solat 5 waktu aja kalah namun itulah kelebihan jurusan kami) merupakan bagian dari tugas KKL kami. Contoh statusnya : “berangkaaaaat to Bali, cihuyyyy” atau “bismillah lindungi Baim di jalan ya Allah”, “emak, bapak, beta jalan duluuu yah ke Bali” dan juga “d04In 4k0H 3aa m4nc3m4n, m0 k3 84Li nnicH” à Kalo contoh yang terakhir mah emang alay beneran.
Perjalanan saat itu kami isi dengan berdiskusi (read=gossip *ga dink), baca buku (read=baca status), dan main kartu “pintar strategi” (read=poker). Perjalanan kami tidak melalui jalur timur atau pantura namun jalur selatan karena maceet maceet (read nya gaya iklan “bocoor bocoor”). Perjalanan begitu mengasyikkan karena SS (santai sejenak) nya disediakan begitu banyak. Bisa 4-6 kali dalam sehari. Hal tersebut tentu mengasyikkan bagi teman-teman yang beser-an. Dan seperti makhluk modern lainnya, dimanapun kami berada, kami selalu jeprat jepret dengan berbagai pose.
H+1
Perjalanan satu hari penuh ternyata tidak cukup untuk sampai ke Bali *predictable sihh. Menginjak hari kedua (pagi-siang) kami masih menikmati perjalanan itu. Dikanan kiri kami melihat persawahan, gunung-gunungan, laut, hutan, dan perilaku-perilaku unik masyarakat setempat. Contohnya adalah seorang pengendara motor yang menggunakan seatbelt dengan menggunakan ban motor dilingkar perutnya. Contoh kedua adalah dua orang pengendara motor wanita muda dan rekan boncengannya yang mengendarai dengan kecepatan penuh hingga hijabnya terbang kebelakang, yang luar biasanya dia tidak mengurangi kecepatan namun malah memegangi ciput hijabnya. Ini sensational pemirsah.
Menginjak waktu senja kami mulai gundah, duduk tak tenang, makan tetap enak, dan pencernaan mulai tak bersahabat. Ternyata itu karena kami belum juga melihat tanda-tanda tulisan “welcome Bali” di sejauh mata memandang. Ditengah kegundahan tersebut, kami mendapat hiburan dengan pemandangan hasil kreasi manusia yakni PLTU Bondowoso yang dikelilingi oleh laut dan hutan. Katanya, kalau di malam hari PLTU dan sekitarnya diterangi dengan lampu-lampu besar yang luar biasa apiknya. Sayang kami tidak menyaksikannya saat malam hari.
Berselang 3 jam kemudian *if I’m not mistaken akhirnya kami sampai di pelabuhan Ketapang dengan tujuan Gilimanuk. Senangnya menyebrang lautan luas di malam hari meski konsekwensinya kemasukan angin. Untung kami sedia tolak angin *No-iklan. Saat itu kapal yang kami tumpangi begitu sepi, hingga kami memutuskan untuk meramaikannya dengan program jeprat-jepret (lagi). Terlebih keluarga seroNOK, belum duduk saja sudah menghabiskan banyak space foto. Ohya, Penulis sedikit ceritakan mengapa bisa hadir nama seroNOK. Berawal dari sebuah foto seorang gadis manis yang berkaca mata hitam di sebuah lab studio radio jiai online, lebih moderat makin Indonesia. Foto tersebut tersimpan rapih di museum hape kami warga WGK ‘Wonder Girls KPI’. Foto gadis tersebut kemudian dinamakan mak Enok oleh KPI-ers layaknya panggilan tukang pijat professiyonal. Hari-hari berikutnya selama kuliah, gadis imut tersebut terus mendapatkan julukan mak Enok hingga di pelabuhan Ketapang. Namun gadis tersebut merasa tidak adil jikalau hanya dirinya saja yang mendapat julukan ‘keren’ tersebut maka mak Nok aseli mulai memanggil WGK dengan Nok juga namun depannya diberi tambahan, Eka sebagai De Nok,Atik Mba Nok, Fina Ka Nok, dll. Hingga gadis menyenangkan tersebut menamai kularga tersebut dengan SeroNOK, nama yang anggun lagi elegan.
Hanya sekitar 30 menit sahaja untuk sampai di pelabuhan Gilimanuk. Hingga kami melanjutkan kembali dengan bis untuk sampai ke Bali dan yang pasti ‘Welcome Bali’ as ‘Paradise Island’. Kami disambut dengan nuansa perumahan yang unik seperti pura. Ya memang ada yang benar-benar pura dan ada juga bermotif pura. Kami pun dikagetkan dengan pemandangan dimana banyak anjing-anjing yang JJM ‘Jalan-Jalan Malam’ di sepanjang jalan. Ternyata belakangan yang kami ketahui info nya dari Beli Nur Sang Guide Jayus *Nanti Penulis ceritakan –warga Bali wajib memelihara anjing d rumah sebagai binatang penjaga.
Setelah mampir terlebih dahulu untuk dinner, tibalah kami di hotel Orenjje. Alhamdulillah, ucapan syukur pada Sang Maha Penyelamat yang telah melindungi kami..
Sesampainya di hotel, kami langsung bersih-bersih dan tidur. Krik.
Namun ada juga yang lanjut jepret-jepret *lagi
H+2
Tarraaaa, mentari menyambut kami dengan senyumnya yang hangat, sehangat senyuman kamu sayang *yang barusan abaikan pemirsah. Setelah breakfast, kami berangkat menuju tempat penelitian, kami yang KPI ke FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di Denpasar dan IPI ke Pesantren Bali Bina Insan di Tabanan.
Focus ke bis KPI. Kami menikmati perjalanan yang pelan itu disepanjang kota Denpasar yang ramai. Hanya sekitar 15 menit saja memakan waktu. Sesampainya disana kami disambut dengan sangat ramah oleh warga FKUB. Disana kami diberi penjelasan oleh Ketua Yayasan Pak Ida Bagus Wiyana yang beragama Hindu yang murah senyum, Pak Roichan Muchlis seorang Muslim yang asyik dalam memberi penjelasan, Pak Ali Yakub seorang Muslim yang memiliki pesantren, pastur, romo, dll. Setelah menjelaskan dan menjawab pertanyaan para mahasiswa mengenai seluk-beluk FKUB, kami di suguhkan dengan menu makan siang yang waw. Mengapa waw? Karena menu yang ada didalam box nasi bungkus sesuai dengan gambar yang ada pada cover nasi box nya *abaikan
Dalam percakapan tersebut, teman kami, sebut saja @Atha_tralala, gadis manis ini digoda terus oleh Pak Ida Bagus, entah karena gadis ‘wara-wiri’ tersebut memakai kerudung kuning atau ada alasan lainnya, intinya kami senang sekali berada disana. Melihat kerukunan antar agama yang terbina dalam yayasan tersebut mengajarkan kami tentang arti damai dalam keberagaman, damai dalam hidup bersama dan perbedaan dalam agama tidak menjadi penghalang dalam menggapai kebahagiaan bersama.
Pak Ketua juga memberi contoh betapa sulit sebenarnya menyatukan ritual dua agama yang berbeda. Contoh, Islam memiliki aturan bagi yang meninggal untuk disolatkan dimasjid sedangkan Hindu memiliki aturan bahwa orang yang meninggal haram hukumnya melewati Pura, hingga umat Islam harus melewati jalan lain bahkan harus memutar jalan agar terhindar dari Pura. Dan hal tersebut dihormati oleh umat beragama disana.
Selepas penelitian di FKUB, kami melanjutkan perjalanan ke Joger dengan menggunakan fasilitas yang disediakan, yakni semacam mobil odong-odong dengan angin cepoy-cepoy yang asyik. Untuk masuk ke dalam Joger kami perlu antri sebentar untuk mendapatkan stiker yang wajib digunakan. Di Joger kami membeli pernak-pernik sebagai cinderamata untuk orang terkasih. Ohya, info dari Beli Wayan Nur, Pak Joseph sang dedengkot Joger konon tidak mau membuka cabang selain di Bali. Alasannya simple, karena menurutnya keberuntungannya masih ada di Bali. Keberuntungannya bisa mendapatkan keuntungan Rp. 600 juta pemirsah perbulan. Beliau juga hanya mempekerjakan pegawainya yang berasal dari keluarganya saja.
Ohya, berhubung harga barang-barang di Joger terbilang mahal maka kami (tepatnya Penulis dan temannya Penulis) tidak terlalu banyak membeli barang disana. Kami pun belanja diseberang Joger dan harganya terbilang jauh lebih murah namun kualitas tetap memuaskan. Buktikan pemirsah !!
Setelahnya kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta. Tempat tersohor nomor 4 di Pulau Bali. Sebagai informasi, Bali memiliki 99 wahana rekreasi loh. Dan baru 25 objek wisata yang diresmikan oleh Pemda dan akan trus ditambah peresmian objek wisatanya karena pariwisata merupakan sektor terbesar untuk memajukan perekonomian Bali. *sumber Beli Wawan
Di Kuta kami disuguhkan dengan hal yang baru kami lihat namun sejak lama kami telah ketahui bahwa di Bali banyak terdapat sumur *you know lah. Bagi yang belum tahu apa itu sumur, bisa inbox ke 08784939xx. Di Kuta, kami KPI-ers melaksanakan sholat di tempat yang tak lebih dari 2 meter kali 1,5 meter. Menyedihkan sekali memang. Ditambah, penjaga WC nya yang entah matre atau gak percaya sama kami kalo kami akan bayar- menagih dengan agresifnya bahkan sebelum kami melakukan ritual wudhu. Makin menyedihkan. Ditambah lagi, setelahnya kami mengetahui bahwa untuk cuci kaki sahaja di kenai biaya Rp. 1000. Untung kami cuci muka, jadi tidak bayar *ga jelas.
Di Kuta kami menikmati terik matahari yang cukup memedihkan mata. Namun itu tak mengurangi keeksotisan pantai bersih itu. Bukan hanya menikmati cuaca terik saja, namun kami juga menikmati romantisme senja di pinggiran pantai. Sun set. Lembutnya senja yang temaram menghancurkan kerasnya rasa congkak sang abdun.
Menjelang pulang kami melakukan reportase “kejar setoran” hasil penelitian FKUB. *hehe
Magrib menyapa, dan tak lama teman-teman IPI datang. Kasihan sekali mereka, tampak lelah dari kerutan wajah mereka. Mungkin efek kecapaian karena lokasi tempat penelitian yang jauh hingga harus menyusul KPI ke Kuta pada mahrib hari. *ada gak yah magrib hari
Pulang dari Kuta tidak selancar kala kami mendatanginya. Kami harus mengantri dan adu cepat menaiki mobil mirip odong-odong dengan penumpang lainnya yang non JIAI. Bukan hanya itu saja kendalanya, kami juga harus mengalami apa yang menjadi rutinitas kami di Jakarta. Traffic Jam. Oh Noo. Di Bali pun macet juga, tak kalah parah. Namun yang membedakan antara macetnya di Bali dan di Jakarta adalah cara menikmatinya. Kalau di Bali, kami bisa sambil melihat hiburan, pria bule tampan contohnya. Haha. Contoh lainnya, hiburan para bule yang menggunakan motor gede (moge) sambil berkeliling ditengah kemacetan.
Akhirnya sampai juga kami di Hotel Orenjje (yaa hotel Orenjjeeee, ada yang bisa kami bantu??) setelah sebelumnya kami merapat dahulu untuk makan malam. Ohya, some of u guys, ada yang tahu gak, judul lagu yang diputer ulang waktu kita makan malam. Begini liriknya kurang lebih “kau gadis manis, ku ingin segera kenalan”. *abaikan (lagi-lagi)
Selanjutnya kami berkunjung ke Krishna, yakni sejenis tempat pembelian oleh-oleh yang cukup well-known. Sebelum memasuki tempat tersebut, lagi-lagi kami ditempelkan stiker oleh para pramuniaganya. Entah mengapa di Bali , toko-toko senang sekali menempelkan stiker di baju kami. Disana kami melakukan makan malam. Barang-barang di pusat perbelanjaan tersebut terbilang cukup murah dan barang yang ditawarkan sangat beragam. Mulai dari pakaian, sandal, souvenir, mainan, dll. Menyenangkan berbelanja disana.
Setelah membeli banyak gembolan buah tangan, kami pun pulang ke hotel Orenjje (yaa hotel Orenjjeeee, ada yang bisa kami bantu??). sesampainya kami di Hotel, kami diharuskan untuk packing karena keesokan harinya kami harus check-out dari Bali menuju Salatiga. Hix Hix. Puk Puk.
Setelah packing, Penulis dan kedua rekan nya, mbak enok (read : atik) dan ka enok (read : fina) berniat berenang di kolam yang disediakan. Namun, sangat disayangkan atik berubah pikiran, sepertinya dia lelah, lu olang pusiiiinggg.. atik mengurungkan niat untuk olahraga air malam. Akhirnya Penulis dan Fina memutuskan untuk renang secara duet saja. Awalnya kami ragu karena tanpa diduga, para pria lajang JIAI sudah banyak yang berenang namun karena suatu tekad yang kuat kami pun tetap berenang dan mengambil alih lokasi kepinggir.
Hwaaaaa, senang sekali berenang dimalam hari karena airnya tidak dingin sama sekali. Sekitar 1 jam kami duet berenang hingga jam 12 malam saja *Saja.
Setelahnya, kami terlelap dalam Pulau Kapuk di Pulau Bali dan (tidak) membentuk Pulau di wajah untuk menyambut hari esok yang tak kalah menyenangkan.
H+3
Mungkin karena kelelahan, keesokan harinya beberapa dari kami kesiangan bangun dari tidur. Inisialnya BP, TH. HH, SD, dkk. Hal itu membuat rombongan terlambat untuk menyaksikan Barong and Kris Dance di BCC (Bali Classic Center) secara utuh. Namun hal tersebut tak melunturkan semangat kami, toh kami pun tetap terhibur dengan penampilan para pemain drama yang lucu, sangar, seram, dan bersuara indah. Ohya, konon menurut Beli Wayan Nur, pemeran Dewi Kunti menggunakan kostum yang hanya dilapisi kain kemben transparan. Sang penari pun tidak menggunakan Breast Hold Pemirsah !! jadi berdoalah agar tidak ada musibah ‘melorot’ di depan mata kita.
Lanjut dari BCC, kami melanjutkan perjalanan ke tempat eksotis nomor wahid di Bali. Pantai Tanah Lot !! selama perjalanan kami dihibur dengan pemandangan alam di kanan kiri yang cantik. Rumah-rumah adat di pedesaan, sawah yang terhampar hijau, dan tradisi ngaben yang tampak disepanjang jalan. Mungkin sedang musim meninggal disana. Ohya, selama perjalanan, kami diberi panduan oleh Beli Wayan Nur selaku Tour Guide KPI-ers. Beliau menjelaskan mengenai seluk-beluk Bali beserta budayanya. Katanya, ngaben bisa menghabiskan biaya hingga 200 juta !! luar biasa bukan ?! Namun bagi masyarakat yang kurang mampu, sekitar bulan Oktober akan diadakan upacara Ngaben masal, sehingga setiap keluarga hanya mengeluarkan biaya sekitar 2 juta saja *itu juga lumayan kali.
Beli Nur juga menceritakan kalau di Bali, sudah menjadi sebuah keharusan bagi setiap anak perempuan sedari dini diajarkan untuk bisa menari Bali sebagai bentuk penjagaan kelestarian budaya. Selain keharusan pandai menari, wanita di Bali juga diharuskan memiliki rambut yang panjang. Namun, seiring dengan modernisasi, para wanita dan gadis Bali saat ini sudah minim sekali yang melakukannya. Beli Nur pun sedih. Penulis tahu itu dari suram di wajahnya.
Beli pun mengajakan kami mengenai sapaan di Bali, sebagai berikut ;
Beli : sapaan pria Bali seumur & lbh tua Gus : sapaan pria Bali lebih muda Mbok : sapaan wanita Bali seumur & lebih tua Mbe : sapaan wanita Bali lebih muda
Ohya, kami tidak menyangka bahwa Beli Nur ini juga seorang comedian. Beliau bukan hanya menghibur kami dengan ceritanya mengenai adat istiadat Bali saja, namun Beliau juga pandai berhumor meski terkadang humor ‘nakal’. Contohnya,
Contoh 1 :
Beli : siapa nama kamu ?? *jangan lupa pemirsa, cara membacanya pake logat Bali.
KPI-er : Nama saya Irsyad, Beli..
Beli : Waaah, kalau di Bali, Irsyad artinya tikus got.
Hahahahahha, dan kawan-kawan tikus got, eh maaf, maksudnya kawan-kawan Irsyad pun tertawa terbahak-bahak karena sedih kawannya diperlakukan demikian.
Contoh 2 :
KPI-er : Beli, kalau Dipo artinya apa???
Beli : Waah, dipo artinya nasi basi
Hahahahahh, KPI-ers lainnya tertawa karena sedih juga mendengarnya
Contoh 3 :
KPI-ers : kalau Hamid, apa artinya, Beli ?
Beli : hamid artinya meledak. Tapi, dari bentuk wajahnya, Hamid akan jadi orang sukses.
Aaamiin, sontak semua meng-amin-kan
Contoh 4:
Beli : Beli punya pertanyaan, susun kalimat berikut dengan benar yah.. Rumput-Makan-Kuda-Tai. Siapa yang bisa ???
KPI-ers mencoba menjawab. Namun belum juga ada yang tepat.
Beli : bagaimana ada yang bisa tidak ??
KPI-ers : tidaaakkk
Beli : jawaban yang benar adalah… Kuda Makan Rumput..
*Hening sejenak
Tiba-tiba, KPI-er yang bernama Gati Fitriani nyeletuk,
Gati : Beli, Tai nya mana ????
Beli : tai nya ya kamu yang makan.
HAHAHAHAHAHAHHA, sontak KPI-ers tertawa sampai menangis
Contoh 5 :
Beli : coba ya jawab lagi.. Coba kamu irsyad, jawab yaa
*KPI-ers pun berpikir mengapa Irsyad saja yang ditanya. Mungkin dia yang tampak paling tampan diantara kami. Ini baru kemungkinan loh yaaa.
Beli : Kucing sama anjing kalau lomba lari siapa yang menang ????
Irsyad : *dengan heroik nya dia menjawab. KUCING, Beli
*Tiba-tiba Beli nyamperin Irsyad dan berjabat tangan sambil berkata “Selamat yah kamu menang”
HAHAHAHHAHHAHAHA, kali ini KPI-ers menangis sampai tertawa
Contoh terakhir :
Beli : Tali apa yang bisa belah gunung??
KPI-ers pun mencoba menjawab namun semua gagal. Hingga Beli menanyakan berulang-ulang. KPI-ers pun menyerah. Dan Beli menjawab “TALI TAS”
Dan tiba-tiba.. KRIK…
Alhamdulillah sampai juga kami akhirnya di Tanah Lot pada jam 4 WITA.
Subhanallah, Luarrr biasaaaa. Itulah kata-kata yang tersirat dalam sanubari maupun tersurat dalam lisan para mahasiswa dan dosen. Tanah lot mempertontonkan panorama lautnya yang indah dengan siluet ombak pasang yang ditemani awan yang sedang muram, mendung. Sempurna dengan semilir angin yang memberi kedamaian pada jiwa yang sedang hampa. Subhanallah.
Di pantai tersebut memiliki banyak pantangan, tidak boleh menginjak kemenyan atau sesajen yang ada disana dengan sengaja karena dipercaya bahwa roh yang berada disana akan merasuki tubuh manusia. Dan itu tidak sekali dua saja terbukti. Kami menghormati pantangan tersebut untuk lebih berhati-hati.
Disebelah kiri, ada pura yang didalamnya merupakan tempat suci sehingga wanita yang sedang haid dilarang keras masuk ke dalamnya. Konon, bagi pasangan yang masuk ke dalamnya dan berbuat negative maka akan mengalami putus hubungan. Tapi buktinya, teman Penulis tidak putus, mungkin mereka tidak melakukan perbuatan negative. Alhamdulillah. Mungkin.
Selain tempat suci, disebelah kiri pantai juga terdapat goa ular dimana didalamnya terdapat ular kecil sebesar jempol remaja yang jinak. Kami diijinkan untuk mengelus-elusnya.
Disana kami pun melakukan aktifitas jeprat-jepret dengan berbagai pose, pemirsah bisa membayangkan yah..
Sayang sekali, kami hanya bisa menikmati paras Tanah Lot 1 jam saja, karena kami harus segera melanjutkan kunjungan lain. Selamat tinggal Tanah Lot, kami berharap kami bisa kembali menjumpaimu.
Sepulang dari Tanah Lot kami langsung menuju Salatiga. Sedih hanya sebentar menyapa Bali yang indah. Kota yang membuat kami merasa asing dan menjadi minoritas. Keteralienasian itulah yang membuat kami merasa penasaran tentunya untuk tahu lebih banyak seluk-beluknya. Ya semoga diadakan KKL jilid 2, macam tersanjung yang ber-season2.
H+4
Perjalanan ke kota Salatiga tujuannya adalah mengunjungi sebuah komunitas belajar Qaryah Toyibah. Ternyata perjalanan menghabiskan waktu hampir seharian. Dijalan kami menghibur diri dengan membaca, bersenda gurau, membaca quran, dan bermain kartu “pintar strategi”, serta berkaraoke. Untuk yang membaca buku didominasi oleh bocah-bocah asal UICCI, “Trio Lajang Pintar” “Emon Imam Ibnu”, untuk membaca quran dimenangkan oleh Ummi Ita, Abi Vicky dan Mamah Euis, untuk berkaraoke tidak ada dominasi, banyak dari kami menyumbang suara sumbang yang ngambang *halah. Bukan manis dan pahitnya suara, namun indahnya kebersamaan, guys. Ohya untuk yang bermain kartu “pintar strategi” pun hampir semua dari kami, namun tidak bagi yang tidak mau turut bergabung, mungkin karena memang tidak bisa atau mungkin takut kalah. Contohnya Reni “gomeng”. Dia macam cheerleaders saja, membuat ramai namun tak ikut bermain. Tapi itu juga sudah lumayan. Lumayan menyedihkan.
Dalam bermain kartu, yang Penulis ketahui, masih dimenangkan oleh Yusuf Maulana Rizky, semoga ini bukan karena ia ‘raja judi’ namun karena kecerdasannya dalam bermain strategi. Aamiin. Ketika muka kami sudah coreng moreng oleh bedak ‘tak bermerk’ namun ucup dengan sengak nya senyum-senyum jijay karena tidak pernah kalah.
Bis baru sampai di pelabuhan penyebrangan Gilimanuk. Kami cukup lama menunggu untuk dapat memasuki kapal feri. Dan kami mengisinya dengan berkaraoke lagu-lagu nya bapak Ebiet G. Ade. Dinyanyikan oleh Adit yang suaranya lumayan emas, dan dilanjutkan oleh bang Apay yang bersuara perak, juga Bagus Pangestu yang bersuara tembaga. Penulis juga bingung seperti apakah suara tembaga. Ahahaha.
Singkat kata setelah menyebrang laut sebentar sambil menikmati semilir angin laut kami pun melanjutkan perjalanan, Penulis dan rekan duet nya mendengarkan stand up comedy yg dibawakan oleh Warkop, LuLu lah. Lumayan Lucu.
Setelah makan malam, perjalanan pun dilanjutkan hingga esok malamnya.
Keesokan malamnya kami baru sampai di Hotel Surya Indah yang ‘berpenghuni’. Korbannya ada Dina dan Fina. Tragis sekali mereka. Jika kalian mau tahu lengkap cerita ini, silahkan hubungi 09828638928xx. Sesampai disana kami makan malam dan melanjutkan dengan karaokean di aula Hotel. Namun Penulis dan beberapa WGK tidak ikut namun berdiam diri dikamar alias tidur karena khawatir kesiangan.
H+5
Selamat pagi Salatiga yang sejuuuk. Kami makan pagi nasi goreng. Ketika Penulis mengambil nasi, tiba-tiba disamping Penulis ada yang berbicara “makannya yang banyak ya, yang itu enak ya”, Penulis hanya berpikir, kok dia bisa tahu yah ini enak padahal kan dia belum makan, bisa jadi dia hendak nambah. Penulis juga berpikir “kok dia perhatian banget yah”, Penulis hanya berhusnudzon bahwa pengawal yang baik memang harus seperti itu. Haha maaf yah BP dan thank you udah bawain barang bawaan gw malam nyah :)
Kami melanjutkan perjalanan ke KomBel Qoryah Toyyibah (QT) setelah sebelumnya berfoto bersama angkatan didepan hotel. Tak memakan waktu lama untuk sampai ditujuan. Daerahnya sungguh asri kawan.
KomBel QT merupakan komunias yang menggunakan metode society learning. Kebebasan dalam belajar.
Diajarkan bahwa belajar itu tidak hanya didalam kotak saja yang telah ditentukan oleh kurikulum, di dikte oleh para guru, dan dibatasi oleh gedung tempat mencari ilmu. QT mengajarkan bahwa masa belajar adalah sepanjang hayat. Tidak dibatasi pada SD yang 6 tahun, SMP yang 3 tahun sampai mendapat gelar Doktor atau Professor. Belajarpun bisa mencari sendiri, tidak harus diberi oleh pengajar. Dan belajar pun tidak selalu harus di dalam ruangan namun kepada alampun kita bisa banyak belajar. Luar biasa. Banyak pula prestasi yang diperoleh oleh siswa-siswa disana.
Setelahnya kami melakukan tanya jawab dan reportase yang cukup seru dengan para narasumber. Ada yang bertanya pada narasumber dengan serius dan tidak ada maksud macam-macam dan ada juga yang bereportase dengan narasumber dengan serius ditambah modus. Misalnya yang mendapat narsum para wanita geulis disana.
Setelah bereportase kami jajan diluar, jajan cilok. Rp 2000 dapat banyak pemirsah. #maaf info cilok ini hanya intermezzo. Dari sini kami bukan hanya menikmati cilok dalam arti sebenarnya, sodara kami Ucup dan Adit merasakan cilok dengan cara lain, Cinta Lokasi. Dengan Fina dan Mona, sang narsum dan primadona QT. yaa semoga mereka segera mendapatkan cinta sejatinya yah..
Kami melanjutkan perjalanan dan berhenti dialun-alun untuk melaksanakan shalat Zuhur dan makan siang. Disana teman-teman banyak yang membeli bunga kertas yang banyak. Ketika ditelisik, ternyata penjual bunga tersebut merupakan bapak tua yang lemah fisik dan suaranya. Demi membantu perekonomian bapak lunglai tersebut, JIAI-ers membeli bunga yang seharga Rp 1000 dapat 3 itu. Merasa membeli banyak bunga dengan harga murah, teman-teman memberikan bunga tersebut ke teman-teman yang lain, entah memang bermaksud baik atau bisa jadi modus. Penulis kala itu ditawarkan hingga berulang-ulang bunga yang banyak oleh seorang pria yang sudah tak lagi lajang, inisialnya Rahmat ‘sang Murobbi’ namun Penulis sangat menjaga perasaan istrinya yang sedang hamil 4 bulan dengan menolak bunga tersebut. Namun sesampainya dikos teman Penulis memberikan setangkai bunga kertas merah, titipan dari salah satu pria lajang di IPI, sebut saja si dia. #Lumayan di kosan ada pajangan.
Selepas dari alun-alun kami melanjutkan ke International Christian School MountainView. Kali ini kami harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata karena pengawasan yang ketat sekolah dan etika sopan santun yang ketat pula penerapannya. Sesampai disana, kami disambut hangat oleh Pemilik sekolah yang aseli Amerika, Pak Frank dan Ibu Kareen juga 1 orang Pengajarnya. Kami diajak berkeliling sekolah dan mendapat info bahwa kaca-kaca di sekolah tersebut anti-bullet. Waww, hal tersebut dibiayai oleh Kedubes Amerika. Siswa disana berasal dari 16 negara yang berbeda dan yang sedikit sekali yang berasal dari Indonesia. Lulusan MountainView ini sudah tentu akan melanjutkan kerja dan kuliah diluar negeri. Biaya SPP terbilang murah, Rp 5 juta per bulan.
Hal tersebut terbilang murah bagi sekolah berstandar International America-British dibanding dengn Jakarta International School yang konon kata Pak Frank bisa 3 kali lipatnya. Disekolah tersebut kami juga melihat seliweran para Bule dan para Korean yang tentunya tak ada satupun dari mereka yang tak berbahasa Inggris dalam berkomunikasi.
Usai sudah anjangsana penelitian kami dan itu berarti kami harus pulang ke Jakarta. Tak terasa yah..
Kembali perjalanan panjang harus kami lewati, namun disisa-sisa waktu bersama tersebut kami isi dengan berdiskusi dan mengenal satu sama lain.
Pada perjalanan di sore hari kami para WGK bermain muslimah card. Kartu ‘pintar strategi’ dengan nuansa islami. Kami memulai dengan taawudz dan basmallah, didalamnya tidak ada saling intip kartu demi kejujuran, didalamnya diajarkan bahwa muslimah itu harus multi-talented, termasuk dalam bermain kartu ‘pintar strategi’, yang terpenting tidak memakai uang receh dalam memainkannya alias judi *teeettt, didalamnya juga saling nasihat-menasihati dan banyak ibroh yang bisa di ambil dari muslimah card sambil mentoring tersebut. Janggal memang, terlebih para pria lajang sibuk menggoda dan meledek kami, entah karena mereka iri karena tidak diajak main atau memang rese, sebut saja Dipo. Namun, permainan berlanjut hingga beronde-ronde dan Penulis jarang sekali kalah. Bukan bermaksud ujup.
Pada malam harinya, saat melewati Alas Roban, suatu lokasi berkelok dan menyeramkan yang katanya sebagai tempat pembuangan mayat. Ketika tiba ditempat tersebut, kepala suku kami, sebut saja bang Apay duduk di tengah-tengah kami dan menyuguhkan kami dengan cerita-cerita mistisnya. Huwaaaaa, kamipun banyak berdzikir, terimakasih Apay, karenamu kami ingat Allah. Ehehehe.
Salah satu cerita mistisnya adalah : Alkisah ada seorang anak yang memiliki guru privat yang datang ke rumah. Namun satu hari sang guru menelpon dan mengatakan bahwa ia tak bisa datang mengajar. Namun beberapa saat kemudian ada yang mengetuk pintu rumah anak tersebut. anak itu heran dan bertanya mengapa guru tersebut hadir. Singkat kata mereka duduk berhadapan dan belajar. Tiba-tiba pensil si anak jatuh dan langsung mengambilnya. Namun setelah ia mengambil ke kolong, ia menemukan bahwa sang guru tersebut tak berkaki, namun si anak tetap diam serrta heran dan kembali duduk seperti sedia kala. Hingga si anak menatap wajah sang guru dengan keheranan dan sang guru berkata : “kamu sudah tahu yah ??” #huwaaaaaa.
Disela-sela cerita mistis yang dibawakan oleh Bang Apay, seorang teman kami sebut saja Irsyad, banyak melakukan perilaku-perilaku abnormal, misalnya saja sering mondar-mandir, sering memotong pembicaraan kami, pokoknya seperti ingin diperhatikan oleh seseorang, dan tak lama dia menyebut bahwa dirinya adalah seorang yang “jago nembak”, entah apa kamsudnya, tapi yang jelas, semangat menggapai cinta ya Irsyad. Kami warga KPI selalu mendukung kamu dengan si dia #Mengheningkan Cipta.
Namun setelah melewati daerah Alas Roban yang tidak terlalu lama tersebut kami melanjutkan bercerita mengenai masa-masa kecil kami yang menjadi korban pembodohan media dan isu masyarakat. . Contohnya, dulu kami dibohongi dengan kaca mata 3 dimensi yang katanya bisa membuat tokoh di tv bisa keluar dari kaca televisi. Dan kisah mister gepeng yang sangat ditakuti oleh anak-anak pada jamannya.
Bukan cuma itu, kami juga melalui masa-masa ‘alay’ secara serentak. Contohnya kami biasa mengisi diary yang didalamnya terdapat, nama, makanan-minuman favorit, kata mutiara, positive negative tentang teman kita dan tanda tangan. #OMG. Tidak sampai disitu, ternyata kita pun memiliki topi tersayang, baik yang asli maupun yang palsu. Ckckckc.
Kami bernostalgia cukup lama dan cukup mengkocok perut karena cara pembawaan bang Apay yang koplak dan natural. Yang awalnya kami merasa ngantuk seketika kami kembali segar. #fiuh.
H+6
Alhamdulillah tiba juga kami di Jakarta pada pukul 7 bagi bis KPI dan jam 5 pada bis IPI. Mengapa bisa berbeda ? karena setelah melakukan SS di SPBU Tol Cikampek, bis KPI menunggu hingga azan subuh dan terlambat sedikit saja, Jakarta sudah mengalami kemacetan yang amat parah hingga kami ngaret 2 jam dari bis IPI.
Keterlambatan tersebut juga menjadi duka dan resah yang teramat mengenaskan bagi seorang Dina Maftuha yang kakak dan umminya sudah menunggunya sejak jam 4 pagi hingga terjadi keributan yang berulang-ulang antara Dina yang berisik dengan Ucup –diduga yang ngumpetin hape Dina dan ibunya telpon sampe 9 kali dan tidak direspon-. Setelah pertengkaran berakhir, disisa waktu bersama tersebut kami mengisinya dengan bersenda gurau di bis.
Welcome Jakarta.. Kami bahagia.. banyak kesan mendalam yang berada dalam hati kami masing-masing.. baik yang terungkap dan di simpan dalam hati saja.. dan hati Penulis pun tertinggal di Bali..
Thanks Allah, Thanks Guys, Thanks Eka yang seru kalo cerita, thx fina yang selalu setia, thx atik yang lucu dan sering nyeletuk, thx reni yang gomeng meski suaranya udah abis, thx mbok Gati yg galak namun pengayom, thx bang Apay ceritanya, thx ucup yang humoris, irsyad yg caper, thx Dina yang cablak kalo ngomong tapi jujur, sorry buat Zaini yang selalu WGK bully sepanjang jalan hingga Penulis sempat berantem sebentar, thx teh cipa yang mengajarkan tentang lembut dan kalem, thx imeh n nanda yang mengajarkan kami untuk diam *karena mabok di bis sebenernya diemnya, thx KPI n IPI-ers yang luar biasaa, Thanks Ibu Bapak Dosen, Bu Sari yang asyik buat diajak seru-seruan, Bu Izzah yang lembut dan Pa Dzul yang memperjuangkan kebebasan makan kami dari Privat Account. Hehe, thx Pa Fadil yang kocak, Thanks Pak Didik selaku ketua travel KLS yang ramah dan asik, thanks bis Kramat Jati yang ngebutnya ruarrrrr biasa, mampu menghadirkan nuansa jet coaster didalam bis dan thanks buat kamu yang telah menginspirasi Penulis untuk dijadikan tulisan ini. I Love You So Much !!!!!
Created by : Mak Nok (Ihya Addini Islami -KPI2010-
Mohon koreksinya. ini tulisan lepas, lebih tepatnya diary. mohon maaf jangan ada yang marah yah, just for fun :))
No comments:
Post a Comment